Bismillahirahmanirrahim, syukran
kepada sahabat-sahabat fssk atas usrah semalam, perkongsian tentang ukhuwwah islamiyyah yang
begitu bermakna, cukup menyentuh dan terkesan kerana akhir-akhir ini kita
seringkali menduga dan terduga, diuji dan teruji dengan ukhwah kita yang seringkali
turun naik, ada masanya tinggi menggunung sampai ke langit, ada suatu ketika,
seolah-olah terperosok jauh menyembah bumi~
Sungguh..kalian
“adik beradik’ seringkali buatkan hati ini terusik dengan perkongsian ilmu, lontaran
pandangan, luahan rasa, gelak tawa dan sebagainya membuatkan hati ini pasti
akan merindu.. 3 tahun di fssk, sebuah medan tarbiyah buat hamba yang hina ini
ditemani susuk-susuk kerdil ‘pejuang’ yang bergelut menegakkan kalimah ‘ISLAM’ dicelah-celah
kesibukan manusia mengejar dunia, hanyut lantaran alpa..‘pejuang2’ ini
kukira terasing di tengah ramai namun kekuatan ukhwah yang bertunjang aqidah ini
membuatkan yang ‘sedikit’ itu terasa ‘banyak’.
Keterasingan ini membuatkan kami saling mengharapkan bunga uhkwah yang sentiasa
dibaja dan disiram itu kekal segar agar tidak layu, berguguran ditiup bayu ~
Yang
patah tumbuh, yang hilang berganti…pada musim bunga ini, kita memetik kuntuman di jambangan yang
indah, bila tiba musim luruh, kita berjalan dibawah dedaun kering yang berguguran, apabila
musim panas tiba, kita nikmati ia se'hangat' ukhwah kita~ semuanya tidak kekal, namun
ia pasti berganti ..Subhanallah,
segalanya indah pada kaca mata positif dan optimis…
Terima
kasih sahabat2 atas sebuah ukhuwwah yang membuatkan diri ini sentiasa kuat..ah!! saya tahu,
perjuangan tak perlukan kenangan, namun kenangan itulah yang menjadi azimat dalam
perjuangan..maaf kiranya selama kita bersahabat, ada antara kalian yg rasa
terzalimi atau tersakiti, ada hak kalian yang tidak tertunai oleh diri.. sungguh! saya tidak sengaja..kalau ingin dituntut, tuntutlah sekarang, tidak mahu kita yang
berukhuwwah didunia ini, bermusuh pula di akhirat kelak~lepas saya 'pergi' , minta
halalkan semuanya agar saya tenang~
Pelbagai
lontaran dalam usrah semalam, dan...yang ini juga antara kisah sebuah ukhuwwah~moga
kita sama2 ambil pengajaran ~(saja amik kisah ni…sebab suke bahasa
dia..menyentuh^_^)
....................................
“Akhi…
ukhti… Izinkan aku cuti dari dakwah ini”
Jalanan
ibukota masih saja ramai hingga larut malam ini, dengan kenderaan yang bertali
arus, juga dengan kehidupan manusia-manusia malam yang seakan tidak akan pernah
mati. Namun kini hatiku tak seramai jalanan di kota ini. Sunyi… Itulah yang
sedang kurasakan. Bergelut dengan aktiviti dakwah yang menyita banyak
perhatian, baik tenaga, harta, waktu dan sebagainya, seakan menempa diriku
untuk terus belajar menjadi mujahid tangguh. Tapi kini, hatiku sedang dirundung
kegalauan. Galau akan saudara-saudaraku dalam barisan dakwah yang katanya
amanah, komitmen, bersungguh-sungguh namun seakan semua itu hanyalah
teori-teori dalam pertemuan mingguan. Hanya dibahas, ditanya-jawabkan untuk
kemudian disimpan dalam catatan kecil atau buku agenda yang sudah lusuh hingga
hari kemudian mempertemukan mereka lagi, tanpa ada amal perbaikan yang lebih
baik. Ya… mungkin itu yang ada dibenakku saat ini tentang su’udzhan-ku terhadap
mereka, setelah seribu satu alasan untuk berhusnudzhan.
Kini kutermenung kembali akan
hakikat dakwah ini. Sebenarnya apa yang kita cari dari dakwah? Dimanakah yang
dinamakan konsep amal jama’i yang sering diceritakan indah? Apakah itu hanya
pemanis cerita tentang dakwah belaka? Apakah ini yang disebut ukhuwah? Sering
terlontarkannya kata-kata “afwan akh, ana tak dapat bantu banyak…” atau sms yang berbunyi
“afwan akh, ana tak dapat datang untuk syuro malam ini…” atau kata-kata
berawalan “afwan akh…” lainnya dengan seribu satu alasan yang membuat seorang
akh tidak bisa hadir untuk sekadar merencanakan strategi-strategi dakwah akan
datang. Kalau memang seperti itu hakikat dakwah maka cukup sudah “Izinkan aku
untuk cuti dari dakwah ini”, mungkin untuk seminggu, sebulan, setahun atau
bahkan selamanya. Lebih baik aku konsenstrasi dengan studiku yang kini sedang
berantakan, atau dengan impian-impianku yang belum terpenuhi, atau… dengan
lebih memperhatikan ayah dan ibuku yang sudah semakin tua, tanpa aku pun dakwah
tetap berjalan, bukan???
Sahabat-sahabatku… . Memang dalam dunia
dakwah yang sedang kita lalui seperti sekarang ini, tidak jarang kita mengalami
konflik atau permasalahan. Dari sekian permasalahan tersebut terkadang ada
konflik-konflik yang timbul di kalangan aktivis dakwah sendiri. Pernah suatu
ketika dalam aktiviti sebuah barisan dakwah, ada seorang ikhwan yang
mengutarakan sakit hatinya terhadap saudaranya yang tidak amanah dengan tugas
dan tanggungjawab dakwahnya. Di lain waktu, seorang akhwat “minta cuti” lantaran
sakit hatinya terhadap akhwat lain yang sering kali dengan seenaknya berlagak
layaknya seorang bos dalam berdakwah.
Pernah pula suatu waktu seorang
kawan bercerita tentang seorang ikhwan yang terzalimi oleh saudara-saudaranya
sesama aktivis dakwah. Sebuah kisah nyata yang tak pantas untuk terulang namun
penuh hikmah untuk diceritakan agar menjadi pelajaran bagi kita. Ceritanya, di
akhir masa kuliahnya sebut saja si X (ikhwan yang terzalimi) hanya mampu
menyelesaikan studinya dalam waktu yang terlalu lama, enam tahun. Sedangkan di
lain sisi, teman-temannya sesama (yang katanya) aktivis dakwah lulus dalam
waktu empat tahun. Singkat cerita, ketika si X ditanya mengapa ia hanya mampu
lulus dalam waktu enam tahun sedangkan teman-temannya lulus dalam waktu empat
tahun? Apa yang ia jawab? Ia menjawab “Aku lulus dalam waktu enam tahun karena
aku harus bolos kuliah untuk mengerjakan tugas-tugas dakwah yang seharusnya
dikerjakan oleh saudara-saudaraku yang lulus dalam waktu empat tahun.”
Subhanallah… di satu sisi kita
merasa bangga dengan si X, dengan kesanggupannya yang tinggi beliau rela untuk
bolos dan mengulang mata kuliah demi terlaksananya roda dakwah agar terus
berputar dengan mengakumulasikan tugas-tugas dakwah yang seharusnya dikerjakan
teman-temannya. Namun di sisi lain kita pun merasa sedih… sedih dengan
kader-kader dakwah (saudara-saudaranya Si X) yang dengan berbagai macam alasan
duniawi rela meninggalkan tugas-tugas dakwah yang seharusnya mereka kerjakan.
Sahabat…. Semoga kisah tersebut
tidak terulang kembali di masa kita dan masa setelah kita, cukuplah menjadi
sebuah pelajaran berharga. Ya, setiap aktifis dakwah adalah manusia-manusia
yang memiliki hati yang tentu saja berbeza-beza. Ada aktivis yang hatinya kuat
dengan berbagai macam tingkah laku aktivis lain yang dihadapkan kepadanya. Tapi
jangan pula kita lupa bahwa tidak sedikit sahabat yang tiada memiliki ketahanan
tinggi dalam menghadapi tingkah polah sahabat lain yang kadang memang sarat
dengan kekecewaan yang sering kali berbuah pada timbulnya sakit hati. Dan
kesemuanya itu adalah sebuah kewajaran sekaligus realiti yang harus kita fahami
dan terima.
Namun apakah engkau tahu wahai
sahabat-sahabatku? Tahukah engkau bahwa seringkali kita melupakan hal itu?
Seringkali kita memukul rata perlakuan kita kepada sahabat-sahabat kita sesama
aktivis dakwah, dengan diri kita sebagai parameternya. Begitu mudahnya kita
melontarkan kata-kata “afwan”, “maaf” atau kata-kata manis lainnya atas
kelalaian-kelalaian yang kita lakukan, tanpa diikuti dengan kesedaran bahwa
sangat mungkin kelalaian yang kita lakukan itu ternyata menyakiti hati saudara
kita. Dan bahkan sebagai pembenaran kita tambahkan alasan bahwa kita hanyalah
manusia biasa yang juga dapat melakukan kekeliruan. Banyak orang bilang bahwa
kata-kata “afwan”, “maaf” dan sebagainya akan sangat tak ada artinya dan akan
sia-sia jika kita terus-menerus mengulangi kesalahan yang sama.
Wahai sahabat-sahabatku… memang
benar bahwasanya aktivis dakwah hanyalah manusia biasa, bukan malaikat,
sehingga tidak luput dari kelalaian, kesalahan dan lupa. Tapi di saat yang sama
sadarkah kita bahwa kita sedang menghadapi susuk yang juga manusia biasa? bukan
superman, bukan pula malaikat yang bisa menerima perlakuan seenaknya.
Sepertinya adalah sikap yang naif ketika kesedaran bahwa aktifis dakwah hanyalah
manusia biasa, hanya ditempelkan pada diri kita sendiri. Seharusnya kesadaran
bahwa aktifis dakwah adalah manusia biasa itu kita tujukan juga pada saudara
kita sesama aktivis dakwah, bukan cuma kepada kita sendiri. Dengan begitu kita
tidak bisa dengan seenaknya berbuat sesuatu yang dapat mengecewakan, membuat
sakit hati, yang bisa jadi merupakan sebuah kezaliman kepada saudara-saudara
kita.
Sahabat…adalah bijaksana bila kita
selalu menempatkan diri kita pada diri orang lain dalam melakukan sesuatu, bukan
sebaliknya. misalnya kita terlambat atau tidak dapat datang dalam sebuah
aktiviti dakwah atau melakukan kelalaian yang lain, bukan hanya kata “afwan”
yang terlontar dan membenarkan bahwa kita manusia biasa yang bisa terlambat
atau lalai yang kita tujukan untuk saudara kita. Tapi sebaliknya kita harus
dapat merasakan bagaimana seandainya kita yang menunggu keterlambatan itu? Atau
bagaimana rasanya berjuang sendirian tanpa ada bantuan dari saudara-saudara
kita? Sehingga dikemudian hari kita tidak lagi menyakiti hati bahkan menzalimi
saudara-saudara kita. Sehingga kata-kata “Akhi… ukhti… Izinkan aku cuti dari
dakwah ini” tidak terlontar dari mulut saudara-saudara kita sesama aktivis
dakwah.
Semoga…